Dalam sebuah diskusi dengan seorang pakar perkebunan
di Mamuju, ia lalu menyampaikan pertanyaan yang menurut saya agak menjebak. “Apakah
pemerintah pusat harus membantu Sulbar untuk bisa meningkatkan produksi
perkebunan, dan harus menyediakan semua sarana produksi. Soalnya kalau bukan pemerintah pusat yang sediakan, ya siapa lagi, pak?”
Saya berpikir sejenak. Lalu tersenyum sambil merapikan rambut saya. “Well,
bagi saya bantuan pusat itu adalah stimulasi ekonomi daerah. Bukan
menyelesaikan semua masalah. Itu bukan senjata rahasia untuk bangun daerah”, kata saya dengan penuh kebanggaan dan menghirup kopi mamasa di atas meja saya.
Saya sangat yakin dengan pendapat itu sampai-sampai saya lupa jika saya sedang berbicara dengan seorang pakar. "Saya percaya bahwa pada akhirnya pemerintah harus mengurangi perannya, dimana
masing-masing stakeholder membangun
relasi yang menguntungkan", kata saya selanjutnya.
“Wah jika begitu
Bapak seorang neoliberal?”, kritiknya.
Saya kaget. Baru kali ini saya mendapatkan
label seperti itu. Tapi saya menggeleng. “It’s not true brother”, kata saya sambil tersenyum.