Dalam sebuah diskusi dengan seorang pakar perkebunan
di Mamuju, ia lalu menyampaikan pertanyaan yang menurut saya agak menjebak. “Apakah
pemerintah pusat harus membantu Sulbar untuk bisa meningkatkan produksi
perkebunan, dan harus menyediakan semua sarana produksi. Soalnya kalau bukan pemerintah pusat yang sediakan, ya siapa lagi, pak?”
Saya berpikir sejenak. Lalu tersenyum sambil merapikan rambut saya. “Well,
bagi saya bantuan pusat itu adalah stimulasi ekonomi daerah. Bukan
menyelesaikan semua masalah. Itu bukan senjata rahasia untuk bangun daerah”, kata saya dengan penuh kebanggaan dan menghirup kopi mamasa di atas meja saya.
Saya sangat yakin dengan pendapat itu sampai-sampai saya lupa jika saya sedang berbicara dengan seorang pakar. "Saya percaya bahwa pada akhirnya pemerintah harus mengurangi perannya, dimana
masing-masing stakeholder membangun
relasi yang menguntungkan", kata saya selanjutnya.
“Wah jika begitu
Bapak seorang neoliberal?”, kritiknya.
Saya kaget. Baru kali ini saya mendapatkan
label seperti itu. Tapi saya menggeleng. “It’s not true brother”, kata saya sambil tersenyum.
Saya mencontohkan apa yang terjadi pada petani
kakao. Tanggung jawab saya bukan membuat setiap petani kakao seluruhnya sejahtera dengan kekuatan
saya. Melainkan bagaimana bantuan yang diberikan dapat meningkatkan produksi
kakao dan meningkatkan penghasilan petani pada suatu waktu tertentu, sehingga saya kemudian bisa berkata kepada seorang eksportir "Sudahlah...........kamu bangun saja gudangmu di Polewali Mandar. Disana banyak biji kakao sekarang. You bisa bermitra dengan petani". Ketika itu terjadi maka petani akan sejahtera dengan sendirinya tanpa bantuan pemerintah melainkan akibat usaha si eksportir.
Begitu juga yang saya lakukan untuk menarik
investor ke Mamuju. Saya bisa pastikan pemilik Hotel Maleo yang begitu megah enggan berinvestasi
jika saya tidak membangun jalan yang luas di depan Maleo, menata pantai, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi di kabupaten sehingga meningkatkan kunjungan ke Mamuju.
Saya mungkin bermimpi mengharapkan pengusaha perkebunan melirik
Sulawesi Barat, kalau jalan di Sulbar tidak mulus. Garuda tidak mendarat di Mamuju. Infrastruktur morat marit. Lahan bermasalah.
Jadi seperti halnya kakao. Apa yang menjadi fokus saya adalah menarik industri pengolahan ke Sulawesi Barat agar petani bisa mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Tugas saya tentunya adalah menjadikan Sulbar menarik bagi investor pengolahan kakao. Gudang harus dibangun, kebun kakao harus dibenahi, pelabuhan diperbaiki serta ketersediaan listrik harus ditingkatkan.
Jadi seperti halnya kakao. Apa yang menjadi fokus saya adalah menarik industri pengolahan ke Sulawesi Barat agar petani bisa mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Tugas saya tentunya adalah menjadikan Sulbar menarik bagi investor pengolahan kakao. Gudang harus dibangun, kebun kakao harus dibenahi, pelabuhan diperbaiki serta ketersediaan listrik harus ditingkatkan.
Jadi pemimpin daerah yang masih berpikir akan
menyelesaikan semua masalah di daerahnya dengan kekuatannya adalah paradigma
pembangunan daerah yang kuno. Dan kemungkinan ia terlalu terobsesi menjadi Rambo yang bisa mengalahkan satu pleton pasukan musuh sendiri. Itu hal mustahil di dunia nyata.
Tugas pemimpin daerah adalah menjadikan daerahnya seksi bagi pihak lain, lalu membuat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang terintegrasi dengan aktivitas masyarakat. Point terakhir ini perlu saya garis bawahi karena banyak pemimpin daerah yang menarik aktivitas investasi yang tidak ada kaitan dengan masyarakatnya sehingga akhirnya harus mengimpor SDM dari luar daerah.
Tugas pemimpin daerah adalah menjadikan daerahnya seksi bagi pihak lain, lalu membuat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang terintegrasi dengan aktivitas masyarakat. Point terakhir ini perlu saya garis bawahi karena banyak pemimpin daerah yang menarik aktivitas investasi yang tidak ada kaitan dengan masyarakatnya sehingga akhirnya harus mengimpor SDM dari luar daerah.
Jadi tidak salah jika saya harus katakan
kepada pakar perkebunan yang mencoba bertanya secara terselubung, bahwa tugas pemerintah daerah adalah memelihara gadis
cantik. Tidak mengumbarnya tapi memolesnya, memberikan pendidikan, mengajarkan budaya halus dan memasak, sehingga kelak ia
bisa memenangkan hati seorang pria yang punya profesi pejabat atau pengusaha kaya.
Hanya saja, kebanyakan pemimpin daerah kemudian menikahi sendiri gadis cantik itu sendiri. Lalu kebingungan untuk membiaya hidup sang gadis terutama membeli bedaknya.
Hanya saja, kebanyakan pemimpin daerah kemudian menikahi sendiri gadis cantik itu sendiri. Lalu kebingungan untuk membiaya hidup sang gadis terutama membeli bedaknya.
Jadi untuk pengembangan daerah, apa yang kita
lakukan dan bantuan yang kita dapatkan adalah untuk menciptakan daya tarik ekonomi
yang membuat investor berbondong-bodong bahkan bertarung untuk menanam investasi.
Sembari kita memastikan terbangun sebuah
sistem yang mampu menarik masyarakat larut dalam pertumbuhan ekonomi dan bukan menjadi penonton. Seorang
pemimpin daerah harus optimis dan yakin dengan kekayaan wilayahnya, dan bukan mengharapkan
bantuan dengan dalih bahwa daerah kami
miskin, daerah kami tidak berdaya.
Bagaimana mungkin pemimpin daerah mampu membangun
daerahnya jika ia memiliki mental “minta dikasihani”, karena ia tidak percaya daerahnya bak gadis cantik yang punya kulit mulus, wajah proposional dan wangi tubuhnya alamiah. Maka tidak
perlu heran jika pemimpin daerah sedemikian mencetak masyarakat yang akhirnya
juga jadi pengemis dan tidak berdaya. Atau, menjual gadisnya dengan cuma-cuma kepada pria yang tidak bertanggung jawab.
mantap gan nambah ilmu jg,thanks ya
ReplyDelete"Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.
ReplyDeleteminimal depo dan wd cuma 20 ribu
dengan 1 userid sudah bisa bermain 9 games
ayo mampir kemari ke Website Kami ya www.arenadomino.com
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino"