Pada tulisan
sebelumnya saya membahas tentang pengembangan zona pertanian untuk mencapai luas areal yang memenuhi skala
ekonomi. Maka pada artikel kali ini saya mencoba membahas bagaimana langkah
selanjutnya agar sebuah desa menjadi pusat pertumbuhan.
Seperti saya jelaskan
untuk memilik daya tarik ekonomi sebuah desa harus memiliki sebuah komoditas yang
bernilai secara bisnis. Ini tidak saja dinilai dari jenis tapi juga dari volume.
Saya pernah menikmati kopi yang sangat lezat di daerah pegunungan di daerah
Nusa Tenggara Barat. “Kopi ini sangat enak. Mengapa tidak dikelan di Indonesia”,
komentar saya kepada seorang ketua kelompok tani.
Ia merespon sembari
tersenyum. “Terlalu mahal kalau dijual keluar desa ini karena produksinya
sedikit dan akses jalan ke kota juga tidak terlalu bagus. Jadi ya kopinya kami
nikmati sendiri saja”.
Jadi mutu saja tidak
cukup. Komoditas perlu dikembangkan untuk mencapai volume yang menarik secara
bisnis. Itu sebabnya menurut saya angka luasan minimal untuk membangun sebuah zona
pertanian adalah paling sedikit 1.000 ha
(ini angka perkiraan tentu saja perlu ada kajian luasan minimal untuk
masing-masing komoditas pertanian). Misalnya di kakao, dengan asumsi
produktivitas 1 ton/ha maka produksi total 1000 ton jelas angka yang menarik
buat trader atau pabrik.
Oleh sebab itu jika
ada daerah yang tengah mengembangkan sebuah komoditas di sebuah desa, sebaiknya
dikembangkan hingga mencapai angka 1000 ha. Lalu tidak hanya luasannya yang
ditambah, produktivitasnya juga harus relatif cukup tinggi.
Ketika suatu daerah
sudah memiliki luasan areal dan produksi yang menarik secara bisnis maka
strategi selanjutnya adalah membangun infrastruktur seperti jalan, instalasi listrik dan jika perlu adalah
pelabuhan. Maka ini akan menarik
investor, karena hasil panen yang begitu besar akan mudah dikirimkan ke pusat
pengolahan.
Saya percaya ketika
sebuah desa memiliki luasan areal pertanian yang telah memenuhi skala usaha,
terdapat jalan yang bagus mulai dari jalan utama hingga jalan produksi,
terdapat pelabuhan yang dekat dengan zona pengembangan, sarana listrik tersedia
memadai, maka ini menjadi kawasan yang seksi buat investor. Mustahil tidak ada
investor yang bersedia membangun gudang, kantor bahkan industry pengolahan di
tempat itu. Jika itu terjadi maka dampaknya adalah perputaran uang di daerah
itu meningkat. Ini sama kasusnya dengan daerah yang terdapat pabrik pengolahan
kelapa sawit, dimana setiap hari uang yang beredar bisa mencapai Rp. 4 Milyar dari
transaksi penjualan tandan buah segar (TBS).
Masalahnya selama ini
pemerintah daerah banyak yang membangun daerahnya hanya berorietasi proyek
tanpa perencanaan yang jelas. Tidak
jarang bantuan penyebar di tempat yang berbeda dan tidak mampu membangun zona
ekonomi. Lalu daerah yang sudah memiliki luas areal yang memadai tidak
dilengkapi infrastrutur yang memadai. Sehingga ketika program bantuan berlalu daerah
tersebut tetap saja tidak seksi di mata investor.
No comments:
Post a Comment