Indonesia pernah
berjaya menjadi salah satu produsen kopi terbaik di dunia. Dan pada zaman
Belanda menjadi penghasil kopi terbesar di dunia. Hanya saja posisi Indonesia
terus melorot dan bahkan hingga hanya menjadi produsen kopi terbesar ketiga
yang digeser oleh Vietnam yang belakangan mengembangkan kopi.
Menurut kepala
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah, Ahmad Ready saat ini terjadi tren
penurunan produktivitas kopi rakyat. Hal ini karena sebagian besar kopi di Aceh
sudah tua dan melewati umur produktifnya. Saat ini tercatat luas kopi di Bener
Meriah mencapai 46 ribu dimana 50 persen diantaranya merupakan tanaman tua “Selain
itu hama bubuk buah menjadi momok buat petani dan juga jamur akar putih”, kata
Hal ini sudah
mulai dirasakan oleh eksportir kopi yang selama ini mengantungkan supply dari
wilayah Aceh dan Sumatera Utara. “Saat ini ekspotir kesulitan untuk bisa memenuhi
kontraknya sekitar 100 kontainer, sekitar 2000 ton”, katanya. Padahal Bener
Bener meriah dikenal sebagai daerah penghasil kopi terbaik di dunia.
Pendapat senada
juga disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. “Saat ini di Sumatera
Barat mayoritas tanaman kopi telah berumur di atas 15 tahun dan beberapa
diantaranya tidak terawat dengan baik. Sehingga produktivitasnya kurang dari
600 kg/ha/tahun. Selain itu kondisi lahan juga semakin berkurang kesuburannya
karena dieksplotasi tarus menerus tanpa adanya upaya konservasi lahan”,
katanya.
Ia
mengkhawatirkan bahwa produksi ini akan terus mengalami penurunan jika tidak
adanya upaya penyelamatan kopi rakyat.
Sementara Gubenur
NTT, Frans Lebu Raya, mengeluhkan kondisi yang sama. Produksi perkebunan kopi
rakyat di NTT cenderung menurun setiap tahunnya karena sudah berumur tua.
“Jika tidak diselamatnya maka produksi kopi kita akan menurun dan posisi
Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga bukan tidak mungkin merosot
terus, seperti yang terjadi pada berbagai komoditas perkebunan lainnya”,
katanya.
Perlunya Dukungan
Program Kopi Pemerintah
Gubenur Papua,
Lukas Enembe, mengharapkan adanya dukungan pemerintah untuk penyelamatan kopi
nasional. “Kopi menjadi komoditas unggulan bagi masyarkat papua khususnya di
daerah gunung. Bahkan tidak ada cara yang paling tepat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di pegunungan kalau tidak dengan perbaikan kopi”.
Sayangnya, katanya, perhatian pemerintah Presiden Jokowi untuk kopi tidak
seperti kakao.
Sementara Kepala
Dinas Perkebunan Sumatera Barat, Fajarudin, mengharapkan adanya kebijakan
dan program untuk kopi khususnya berupa kegiatan peremajaan untuk tanaman
di atas 15 tahun atau intensifikasi untuk tanaman yang masih produktif namun
produksinya masih relatif rendah. “Sebaiknya program tersebut berkesinambungan
selama 5 tahun. Disertai dengan program pengembangan kopi berbasis kawasan,
diserta pelatihan serta penyediaan fasilitas agar petani bisa menghasilkan kopi
premium. Misalnya kopi arabika sebaiknya tidak saja diarahkan untuk perbaikan
produksi namun hingga bisa meraih predikat spesialty”, kata Farajuddin.
Menurut Wisman
Djaya, Direktur Supply Chain di PT Nestle Indonesia , kalau tidak ada
peremajaan kopi maka kopi Indonesia akan tinggal cerita. Ia mencontohnya
bagaimana Vietnam yang baru tanam kopi 20 tahun yang lalu sudah melaksanakan
program peremajan 30 peren dari pohon kopi uang ada.
“Saya
mengharapkan bahwa bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat fisik namun juga
pendampingan petani. Kita perlu menghidupkan pola lama dimana petugas penyuluh
mendamping petani dalam wilayah tertentu secara terus menerus”, kata Wisman.
Hal senada
disampaikan petani kopi asal Bener Meriah, Provinsi Aceh Suhatsyah, ketua
Kelompok Tani Kejora Bersatu dari kampung Suku Weh Ilang bahwa petani
membutuhkan dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksinya. “Kami
membutuhkan bantuan bibit, karena tanaman sekarang sudah mulai menurun
produksinya. Tentunya kami ingin bibit yang tahan terhadap nematode dan punya
cita rasa yang baik”, kata yang merupakan petani kopi. Ia juga mengharapkan
bantuan pupuk khususnya organik serta penangan hama penyakit non kimiawi.
Pasalnya kopi di wilayahnya dikelola secara organik.
Sementara Sirwan
dari Kelompok Tani Bukit Bersatu, Desa Bukit Weh Ilah, Kabupaten Bener Meriah, Aceh
mengharapkan adanya pendampingan dari pemerintah khususnya terkait
peningkatan mutu dan pemasaran.
Sumber: www.perkebunannews.com
No comments:
Post a Comment