Brasil, Neymar dan Kekuatan SDM



http://a.fssta.com/content/dam/fsdigital/fscom/Soccer/images/2016/02/01/020116-Soccer-Barcelona-Neymar-PI-JE.vresize.1200.675.high.80.jpg
Suatu kali saya ditanya mana yang lebih penting kekuatan membangun manusia atau membangun fisik. Saya sebenarnya tidak suka memilih untuk opsi-opsi ekstrim seperti ini. Saya lebih memilih cara berpikir dialektis. Namun saat menyaksikan pertandingan bola final Olimpiade yang mempertemukan Brazil dengan Jerman membuat saya benak saya memikirkan seuatu hal yang menggelitik.
Mendadak sata memikirkan sosok Neymar,  pemain bola yang sangat berbakat yang usianya jauh di bawah umur anak tertua saya. Ia baru saja menandatangai kesepakatan gaji barunya dengan Bercelona. Sebesar 15 juta Euro, atau setara Rp. 221 Milyar  setahun.
Angka yang fantastis, bukan!? Saya mencoba membandingkan angka itu dengan bantuan dana APBN untuk kegiatan perbaikan tanaman kakao yang melibatkan ribuan petani. Hampir mendekati. Artinya gaji Neymar selama setahun setara dengan bantuan pemerintah pusat untuk satu provinsi. Angka yang tidak jarang membuat para petugas dinas getar getir karena selanjutnya akan menjadi objek para pemeriksa.

Mungkin Anda akan mengkritik hal tersebut sebagai sisi lain dari kapitalisme. Saya tidak demikian. Namn bagi saya betapa beruntungnya Brasil, negara asal Neymar, karena memiliki WNB (Warga negara Brasil) yang mampu menarik uang besar ke negaranya. Hebatnya, Brasil  tidak hanya mengekspor seorang Naymar namun ada ribuan pemain bola asal negeri samba itu yang bermain di berbagai liga dunia dan dibayar mahal. 
Lalu Apa rahasianya?  Di Brasil terdapat sejumlah akademi bola yang sukses mencetak pemaik berbakat. Sebuat saja Santos, Gremio atau juga Sao Paolo.  Sekolah bola inilah yang sukses mencetak pemain-pemain penghasil devisa.
Brasil sebenarnya tidak kalah soal kekayaan alam dengan Indonesia. Di sisi lain negara tersebut juga dikenal dengan kantung-kantung kemiskinannya dan daerah-daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi. Banyak anak-anak yang terjun ke jalanan akibat kurangnya kesempatan kerja. Sehingga sepak bola menjadi peluang untuk meningkatkan harkat hidup. Tapi upaya negara tersebut menciptakan pemain bola hebat adalah salah satu pendekatan lain untuk memperkuat perkonomian negaranya.
Melihat hal tersebut, saya mau tidak mau harus berkesimpulan, mencetak seorang yang cerdas dan memiliki keahlian, akan memberikan nilai tambah lebih besar buat daerah daripada semata-mata mengandalkan kekayaan alam. Orang-orang pintar inilah yang nantinya mampu menciptakan economic value. Apalagi jika didukung sarana dan kekayaan sumber daya alam yang memadai.
Lalu pertanyaannya bagaimana seharusnya strategi pengembangan SDM di daerah?
Apakah sekedar mengirimkan anak-anak muda potensial ke ITB, UI atau universitas negeri ternama lainnya. Atau dengan melatih mereka di pusat pendidikan entrepreneur. Mengingat saat ini terbangun dikotomi sekolah vs pengusaha.
Saya tidak ingin terjebak pada pilihan yang bersifat instan. Menurut saya pengembangan SDM daerah harus disesuaikan dengan kemampuan dasar yang dimiliki berdasarkan pengalaman yang terbentuk oleh budaya atau alam. Anak-anak di Sulbar yang terbiasa bermain di laut mungkin akan lebih tepat jika diarahkan menjadi pakar atau entrepreneur di bidang perikanan. Anak-anak  Papua yang memiliki pengetahuan tentang keragaman hayati khususnya tanaman obat-obatan mungkin diarahkan menjadi pakar farmasi. Anak-anak dari Bali atau Jawa yang memiliki kemampuan seni mungkin diarahkan mengembangkan pengetahuan dibidang itu.
Perlu kajian tentang potensi tersebut hingga akhirnya kita bisa mengetahui secara spesifik minat dan pengalaman dasar dari anak-anak kita. Saya harus garis bawahi pengalaman dasar, karena itu adalah kekuatan personal yang terbangun dari pengalaman dan akibat budaya yang menjadikan keunggulannya dari anak yang berasal dari tempat lain. Sebuah advantage yang sudah terbangun secara alami.
Oleh sebab itu menurut saya dalam kaitan pengembangan SDM maka Pemda perlu melakukan identifikasi pengalaman dasar, potensi dan minat anak usia remaja. Lalu pendidikan yang dikembangkan diarahkan mendukung hal tersebut. Menurut saya di setiap daerah harus  dibangun pendidikan tinggi spesifik berdasarkan kekuatan daerah. Misalnya sekolah farmasi mungkin baiknya didirikan di Papua. Sekolah perikanan atau kakao di Sulawesi Barat. Pendidikan itu akan menjadi kuat dengan sendiri, tidak hanya karena tenaga pengajarnya yang handal, namun juga karena alam dan lingkungan masyarakat budaya menjadi tempat praktikum yang lengkap.  
Ketika kita membangun sistem pendidikan secara terencana, spesifik, dan tidak mengeralisir, bahwa setiap anak harus jadi dokter, insinyur atau harus bisa buat robot, saya percaya setiap wilayah di Indonesia akan mampu menciptakan generasi-generasi muda handal yang menciptakan economic value yang lebih tinggi dari pendapatan daerahnya.  Seperti halnya yang terjadi pada Neymar yang hanya mengandalkan kemampuan menggiring bola  ke arah gawang dibayar dengan angka yang sangat fantastis.

1 comment:

  1. "Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.
    minimal depo dan wd cuma 20 ribu
    dengan 1 userid sudah bisa bermain 9 games
    ayo mampir kemari ke Website Kami ya www.arenadomino.com

    Wa :+855964967353
    Line : arena_01
    WeChat : arenadomino
    Yahoo! : arenadomino"

    ReplyDelete