Petani Kakao dan Teroris


https://www.nasionalisme.co/wp-content/uploads/2014/05/petani-kakao.jpg

Kita mungkin miris melihat apa yang terjadi di Sarinah beberapa waktu yang lalu. Sekelompok orang sengaja berada di tempat yang cukup ramai tersebut untuk menghabisi nyawa orang lain yang tidak berdosa. Beruntung petugas keamanan mampu mengatasi aksi mereka sehingga tidak banyak korban yang berjatuhan.
Hanya yang menarik adalah siapakah mereka itu? Tentu saja mereka orang Indonesia, lahir di tanah tercinta ini. Namun karena sebuah ideologi yang salah mereka memilih untuk mengorbankan hidup mereka demi menciptakan teror dengan menjadikan manusia yang memiliki wajah serta kulit yang sama. Dan menggunakan bahasa yang sama dengan dia.
Lalu pertanyaannya mengapa orang-orang seperti ini muncul? Menurut pendapat saya bahwa hanya orang yang kehilangan harapan akan hidup yang lebih baik serta memiliki wawasan yang sempit dapat dijadikan seorang teroris.
Sehingga dengan asumsi demikian maka petani kakao mustahil menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Mengapa demikian?

Pengembangan Pertanian Berbasis Bisnis



http://cdnau.ibtimes.com/sites/au.ibtimes.com/files/2015/01/30/cocoa-plantation.jpg
Pada tahun 2015 yang pemerintah mengalokasikan APBN P sebesar Rp 32,813 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan pada upaya peningkatkan produksi pangan serta beberapa komoditas andalan seperti kakao dan kopi. Tentu ini adalah bukti dari komitmen pemerintah untuk meraih swasembada pangan. Adapun anggaran tersebut sebagian berupa pengadaan sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, alat pertanian seperti traktor, perbaikan irigasi, dsb, yang pelaksanannya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Kegiatan ini tentu saja akan memberikan dampak yang signifikan kepada peningkatkan produksi petani karena adanya perbaikan bahan tanam, adanya penggunaan pupuk yang bermutu serta kegiatan pengendalian hama dan jaminan ketersediaan air. Hanya saja ke depan tekanan terhadap pertanian semakin besar, kebutuhan sektor lain terhadap APBN meningkat. Apakah pemerintah akan tetap melakukan kebijakan alokasi anggaran untuk peningkatkan swasembada pangan  Namun bagaimana jika ke depannya hal ini tidak dapat dipertahankan lalu terobosan apa yang bisa kita lakukan?
Tantangan Pertanian Kedepan
Tentu ini perlu menjadi pertanyaan, mengingat laju peningkatkan APBN tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Beruntung pada tahun ini kita memiliki anggaran yang berasal dari penghematan subsidi BBM yang kemudian dialokasikan kepada berbagai kegiatan produktif yang ditenggarai adanya penurunan harga minyak bumi dunia.
Namun bagaimana jika kemudian anggaran APBN tidak lagi sefleksibel saat ini ketika harga dunia melonjak tinggi, ketika kebutuhan akan berbagai subsidi mulai dari BBM, listrik dsb juga turut meningkat. Belum lagi terjadi trand peningkatan biaya untuk meningkatkan atau mempertahankan produksi petanian. Hal ini diakibatkan antara lain terjadinya kerusakan lahan akibat eksploitasi terus menerus tanpa memperhatikan konservasi lahan, dampaknya untuk meningkatkan produksi maka kebutuhan pupuk semakin besar per ha. Sementara harga sarana produksi seperti pupuk, benih cenderung meningkat setiap tahunnya demikian juga biaya tenaga kerja.

Bangun Desa: Jangan Lupa Ciptakan Pusat Pertumbuhan !



http://www.mysultra.com/wp-content/uploads/2016/04/Kampung-Cokelat-di-Kolaka1.jpg
“Bagaimana cara cerdik membangun desa, sih, pak?”,  tanya  seorang wartawan kepada saya sembari menyantap gorengan di atas meja kerja saya.
“Well ciptakan pusat pertumbuhan”, kata saya sambil mengambil pisang goreng yang  tersisa.
“Seperti apa pak?”
“Ada, deh”, jawab saya sembari tersenyum.
Kali ini saya mau bagi rahasianya membangun desa dengan modal kecil. Kata kuncinya ciptakan pusat pertumbuhan.
Banyak pemimpin daerah mengartikan pengembangan ekonomi kampung semata-mata mengembangkan industri yang kelihatannya menguntungkan. Entah itu tambang, perkebunan kelapa sawit atau industri padat modal.
Tapi saya tidak sependapat. Apa yang seharusnya dikembangkan adalah yang sesuai dengan basis ekonomi masyarakat. Jika di sebuah desa masyarakatnya banyak yang menanam tomat, maka jadikan daerah itu sebagai cluster tomat, lengkap dengan pengolahan, gudang, agrowisata serta industri rumah tangga.

Bangun Desa: Jangan Lupa Ciptakan Pusat Pertumbuhan !



http://www.mysultra.com/wp-content/uploads/2016/04/Kampung-Cokelat-di-Kolaka1.jpg
“Bagaimana cara cerdik membangun desa, sih, pak?”,  tanya  seorang jurnulis kepada saya sembari menyantap gorengan di atas meja kerja saya.
“Well ciptakan pusat pertumbuhan”, kata saya sambilmengambil pisang goring yang  tersisa.
“Seperti apa pak?”
“Ada, deh”, jawab saya sembari tersenyum.
Kali ini saya mau bagi rahasianya membangun desa dengan modal kecil. Kata kuncinya ciptakan pusat pertumbuhan.
Banyak pemimpin daerah mengartikan pengembangan ekonomi kampung semata-mata mengembangkan industri yang kelihatannya menguntungkan. Entah itu tambang, perkebunan kelapa sawit atau industri padat modal.
Tapi saya tidak sependapat. Apa yang seharusnya dikembangkan adalah yang sesuai dengan basis ekonomi masyarakat. Jika di sebuah desa masyarakatnya banyak yang menanam tomat, maka jadikan daerah itu sebagai cluster tomat, lengkap dengan pengolahan, gudang, agrowisata serta industri rumah tangga.

Begini Cara Membangun Desa


 
Salah satu butir Nawacita pemerintah Jokowi-JK adalah membangun Indonesia dari pinggiran yang dipahami bahwa pemerintah akan memberikan perhatian pada pembangunan desa. Upaya nyata sudah terlihat dari geliat pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di daerah-daerah terpencil dan mengalokasi dana untuk pembangunan desa.
Hanya saja ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan desa. Bahwa membangun desa tidak semata-mata memindahkan sarana fisik namun juga membutuhkan sebuah mindset yang tepat dalam pendekatannya. 
Membangun Desa Berbasis Agribisnis
Desa harus dipahami sebagai pemusatan sumber daya. Disana terdapat sumber kekayaan alam terutama lahan serta menjadi pemusatan penduduk. Hanya sayangnya wilayah pedesaan juga merupakan kantung-kantung kemiskinan. Dalam kaitan dengan desa, wilayah pedesaan dapat dianggap sebagai hinterland  atau  daerah  pemberi  bahan  makanan  pokok  seperti  padi,  ketela, jagung, ketela, disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan dan bahan makanan yang berasal dari hewan. Desa juga berfungsi  sebagai lumbung  bahan  mentah  ( raw  material)  dan  tenaga  kerja  (man  power)  yang tidak  kecil  artinya.  Ketiga,  dari  sedi  kegiatan  kerja  (occupation)  desa .
Membangun desa menurut hemat penulis harus memprioritaskan pada sektor yang mampu menyerap tenaga kerja di pedesaan, salah satunya sektor pertanian. Hanya saja, ada beberapa Pemerintah Daerah yang mengubah wajah desa menjadi kawasan industri atau tambang, namun karena tidak terkait dengan potensi wilayah setempat sehingga kurang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat setempat, dan tidak jarang berakhirnya pada konflik sosial.
Pengembangan pertanian di pedesaan harus dilakukan dengan perpektif agribisnis, dimana produk pertanian yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan melibatkan keterkaitan sub sektor on farm dengan sub sektor penyediaan input, pasca panen, pemasaran untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Melalui pendekatan agribisnis maka orientasi pengelolaan pertanian tidak melulu meningkatkan produksi semata namun diarahkan agar sesuai kebutuhan pasar, dengan tingkat harga kompetitif. Sementara apa yang dimaksud kebutuhan pasar tidak saja mencakup pasar lokal namun juga global.

Bangun Desa Itu Bangun Manusianya Coy!


 http://statik.tempo.co/?id=275873&width=620
Dalam sebuah diskusi dengan seorang mahasiswa yang sangat bersemangat saya menyampaikan bahwa membangun desa tidak cukup memberikan uang atau menyerahkan sarana. “Itu tidak cukup”, begitu saya sampaikan dengan bahasa.
Tapi sang mahasiswa yang sedang mengambil gelar S2 tersebut tidak sepakat. “Bantuan yang besar ke sebuah desa adalah bukti jika pemerintah perduli”, katanya.
Saya mengangguk setuju. “Tapi bagaimana kalau manusianya nggak siap untuk menerima bantuan itu?”, komentar saya.
“Maksud Bapak?”

Membangun Pertanian Ala Mie Instant



 http://cdn.klimg.com/vemale.com/p/mie_instan_-_personal.psu.jpg
Apa yang nikmat dari mie instant. Aromanya menggoda. Cepat diseduh. Cepat mengenyangkan. Hanya saja jika dikonsumsi secara berlebihan tidak baik bagi kesehatan. Sehingga  menikmati mie instant hanya disarankan untuk sesekali atau menjadi penganjal perut yang sedang lapar. Tentu saja apa saja yang sifatnya instant terlihat menggairahkan namun tidak selalu sebaik apa yang terlihat.
Sepiring nasi rames tentu saja lebih menyehatkan daripada semangkuk mie instant. Dan, segelas kopi specialty yang digiling dari biji kopi terbaik akan lebih nikmat daripada kopi instant. Hanya  membuat nasi rames dan membuat segelas kopi specialty terbaik membutuhkan waktu dan keahlian.
Ternyata virus instanisasi tidak hanya menjangkiti berbagai makanan yang kita santap. Namun, juga seringkali juga menyebar hingga pada pola pikir kita dalam membangun pertanian khususnya untuk meraih kedaulatan pangan.
Mari kita lihat apa yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan. Berdasarkan data dari Departemen Keuangan menunjukkan jika alokasi anggaran untuk ketahanan pangan pada tahun 2015 mencapai 32,8 Trilyun. Untuk tahun 2016 dari anggaran Kementan mencapai 31,5 Trilyun sebagian besar digunakan untuk ketahanan pangan. Bahkan baru-baru ini dilakukan refocusing senilai Rp 4,3 triliun terhadap pagu anggaran tersebut untuk efisiensi dan efektifitas program kedaulatan tangan, termasuk juga anggaran untuk kegiatan pengembangan perkebunan.
Menteri Pertanian meyakini bahwa alokasi anggaran yang besar di Kementeriannya telah memberikan dampak yang nyata, berupa peningkatkan produksi pertanian nasional, realisasi perbaikan jaringan irigasi tersier yang mencapai 2,48 juta ha meningkat 458 persen dibanding tahun 2014. Realisasi bantuan alsintan mencapai 65.431 unit, meningkat 443,6 persen dibanding tahun 2014. Serta realisasi optimasi lahan mencapai 945.000 ha atau meningkat 561,9 persen dibanding tahun 2014. Berdasarkan ARAM ll BPS 2015, seluruh komoditas pangan (padi, jagung, kedelai, gula, daging sapikerbau, cabai, bawang merah) mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2014.  Pada tahun 2015, produksi padi mencapai 74,99 juta ton GKG meningkat 5,85 persen dibanding 2014, jagung 19,83 juta ton meningkat 4,34 persen dibanding 2014 dan kedelai 983 ribu ton meningkat 2,93 persen dibanding 2014 (kontan, 2016). Sehingga kebijakan yang dilakukan Kementerian Pertanian sepertinya sudah tetap sasaran.

Bangun Desamu, Ji…….



https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/45/e9/63/45e963801028ece94db86ad7dd9a008f.jpg
Suatu kali saya berdiskusi hangat dengan seorang pengusaha. Ia lalu mengkritik pemerintah gagal membangun desa. “Lihat saja, Puang, bagaimana desa saya masih seperti dulu. Tidak beda dengan saat saya masih kecil”, katanya dengan tatapan sangat serius.
Saya berdehem. Lalu tersenyum. “Lalu apa yang salah?”.
“Pemerintah pastinya”, katanya sambil menggaruk lengannya.
“Kamu juga salah. Jangan hanya menyalahkan orang lain”, jawab saya yang membuat sang pengusaha muda tersebut segera mengatur caranya duduknya.
“Bagaimana puang bisa berpikir begitu?”
“Kamu banyak uang. Mengapa tidak kamu bangun desamu. Kamu bisa bantu masyarakat desamu untuk bisa mengembangkan ekonominya”, ungkap saya dengan nada suara penuh kebapakan.
Well, begitulah kebanyakan dari kita yang lebih suka mengkritik daripada do something.  Pemerintah lelet. Pemerintah Jokowi nggak jelas. Gubernur pada aneh. Begitulah komentar banyak orang. Kalau yang komentar itu adalah masyarakat yang secara ekonomi kurang beruntung saya bisa katakan wajar.
Nah yang aneh kadang yang berkomentar adalah orang yang punya kekuatan ekonomi dan politik.  Bagaimana bisa, ya?!.
Saya percaya meskipun kita lama tinggal di kota setidaknya kita masing memiliki "darah orang kampung". Setidaknya papa mama kita, nenek kita, atau buyut kita dulunya tinggal di desa. Jadi orang Mandar yang sudah lama tinggal di Jakarta kalau ditarik garis tanpa putus maka bisa saja sebenarnya masih memiliki hubungan dengan orang yang tinggal di Kampung Indomakondong.  Artinya ia bagian dari keluarga orang kampung. 
Lalu saya membayangkan kalau saja setiap orang yang sukses membangun kampung asalnya masing-masing, maka pemerintah Jokowi terpaksa merubah nawacitanya, membangun dari penggiran. Soalnya, yang dipinggiran sudah terlanjur maju oleh para keturunan orang kampung.
Ada banyak bisa dilakukan “keluarga orang kampung” untuk kampungnya. Bisa mendirikan sekolah atau pusat pelatihan. Membangun usaha berbasis ekonomi masyarakat. Memberikan bantuan sarana investasi. Macam-macanlah. Tinggal kemauan saja.
Itu sebabnya beberapa pengusaha sukses asal Sulawesi Selatan bisa saya buat merah telinganya. Soalnya mereka mengkritik pemerintah soal pembangunan desa, saya langsung nyeletuk, “Sudah kau bangun kampungmu, ji? Ketika mendengar komentar itu seketika mereka terbatuk. (@anwaradnan)

Mengapa Saya Mendadak Jadi Blogger



http://cdn.rimanews.com/bank/Anwar-Adnan-Saleh12.jpg
Mungkin Anda bertanya mengapa saya tiba-tiba menjadi blogger?
Ini berawal dari pertemuan saya dengan seorang blogger nyentrik yang melalui situsnya membagikan pemikirannya. Dan..blognya itu ternyata  dibaca banyak orang dan cukup mempengaruhi pikiran banyak orang (demikian pengakuannya). Lalu ia nekat menantang saya, “Kapan nih Bapak siap berbagi pengetahuan dan pengalaman kayak saya?”, katanya.
Well barangkali apa yang ia sampaikan ada benarnya. Mengapa saya tidak berbagi sesuatu kepada masyarakat luas. Meskipun saya bukan orang paling ceras di negara kepulauan ini setidaknya saya memiliki sedikit pengalaman yang layak saya bagikan.
Mungkin Anda bertanya, mengapa tentang desa? Mengapa bukan tema lainnya?Mengapa tidak soal politik atau soal konstelasi kekuatan di parlemen?
Alasannya sederhana. Saya ingin membagikan sesuatu yang terbaik dari pengalaman saya. Setidaknya hampir satu dekade saya membangun wilayah yang tadinya tertinggal menjadi daerah yang lebih lebih sejahtera dengan menjadi Gubernur. Saya menciptakan berbagai program yang mengubah wajah desa dari sebelumnya kantung kemiskinan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Dan…hasilnya, Sulawesi Barat pernah meraih angka pertumbuhan ekonomi 15,8 persen dan termasuk tertinggi. Sehingga saya waktu itu diundang Bapak SBY ke istana. Dan ternyata istana negara itu cukup dingin.
Saya percaya diri kalau membagikan apa yang saya pahami daripada apa yang saya ketahui dari bahan bacaan, koran, dari apa kata pengamat di TV.  Dengan membagikan apa yang bersumber pengalaman maka saya menyebarkan sesuatu yang bernas, dan bukan teori.
Jadi dengan menjadi blogger maka saya siap membagikan pengetahuan praktis  maupun konseptual cara membangun desa secara bertahap. Meletakkan fondasi yang kokoh. Tidak instant, sehingga dapat diraih kesejahteraan sekaligus pemerataan.
Jadi Anda boleh menikmati pikiran saya di dalam blog ini. Jika dianggap bermanfaat silahkan diterapkan jika dirasa kurang berkenan mohon memberikan masukan dan kritik.
Demikian tulisan pembuka ini saya sampaikan (@anwaradnan)