Siaran Pers: Indonesia Krisis Kopi



https://pgcpsmess.files.wordpress.com/2014/03/coffee20cherries20at20monte20alegre.jpg
Indonesia pernah berjaya menjadi salah satu produsen kopi terbaik di dunia. Dan pada  zaman Belanda menjadi penghasil kopi terbesar di dunia. Hanya saja posisi Indonesia terus melorot dan bahkan hingga hanya menjadi produsen kopi terbesar ketiga yang digeser oleh Vietnam yang belakangan mengembangkan kopi.  
Menurut kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah, Ahmad Ready saat ini terjadi tren penurunan produktivitas kopi rakyat. Hal ini karena sebagian besar kopi di Aceh sudah tua dan melewati umur produktifnya. Saat ini tercatat luas kopi di Bener Meriah mencapai 46 ribu dimana 50 persen diantaranya merupakan tanaman tua “Selain itu hama bubuk buah menjadi momok buat petani dan juga jamur akar putih”, kata
Hal ini sudah mulai dirasakan oleh eksportir kopi yang selama ini mengantungkan supply dari wilayah Aceh dan Sumatera Utara. “Saat ini ekspotir kesulitan untuk bisa memenuhi kontraknya sekitar 100 kontainer, sekitar 2000 ton”, katanya. Padahal Bener Bener meriah dikenal sebagai daerah penghasil kopi terbaik  di dunia.
Pendapat senada juga disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. “Saat ini di Sumatera Barat mayoritas tanaman kopi telah  berumur di atas 15 tahun dan beberapa diantaranya tidak terawat dengan baik. Sehingga produktivitasnya kurang dari 600 kg/ha/tahun. Selain itu kondisi lahan juga semakin berkurang kesuburannya karena dieksplotasi tarus menerus tanpa adanya upaya konservasi lahan”, katanya.
Ia mengkhawatirkan bahwa produksi ini akan terus mengalami penurunan jika tidak adanya upaya penyelamatan kopi rakyat.
Sementara Gubenur NTT, Frans Lebu Raya, mengeluhkan kondisi yang sama. Produksi perkebunan kopi rakyat di NTT cenderung menurun setiap tahunnya karena sudah  berumur tua. “Jika tidak diselamatnya maka produksi kopi kita akan menurun dan posisi Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga bukan tidak mungkin merosot terus, seperti yang terjadi pada berbagai komoditas perkebunan lainnya”, katanya.

Perlunya Dukungan Program Kopi Pemerintah
Gubenur Papua, Lukas Enembe, mengharapkan adanya dukungan pemerintah untuk penyelamatan kopi nasional. “Kopi menjadi komoditas unggulan bagi masyarkat papua khususnya di daerah gunung. Bahkan tidak ada cara yang paling tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pegunungan kalau tidak dengan perbaikan kopi”. Sayangnya, katanya, perhatian pemerintah Presiden Jokowi untuk kopi tidak seperti kakao.
Sementara Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Barat, Fajarudin, mengharapkan adanya kebijakan  dan program untuk kopi khususnya berupa kegiatan peremajaan untuk tanaman di atas 15 tahun atau intensifikasi untuk tanaman yang masih produktif namun produksinya masih relatif rendah. “Sebaiknya program tersebut berkesinambungan selama 5 tahun. Disertai dengan program pengembangan kopi berbasis kawasan, diserta pelatihan serta penyediaan fasilitas agar petani bisa menghasilkan kopi premium. Misalnya kopi arabika sebaiknya tidak saja diarahkan untuk perbaikan produksi namun hingga bisa meraih predikat spesialty”, kata Farajuddin.
Menurut Wisman Djaya, Direktur Supply Chain di PT Nestle Indonesia , kalau tidak ada peremajaan kopi maka kopi Indonesia akan tinggal cerita. Ia mencontohnya bagaimana Vietnam yang baru tanam kopi 20 tahun yang lalu sudah melaksanakan program peremajan 30 peren dari pohon  kopi uang ada.
“Saya mengharapkan bahwa bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat fisik namun juga pendampingan petani. Kita perlu menghidupkan pola lama dimana petugas penyuluh mendamping petani dalam wilayah tertentu secara terus menerus”, kata Wisman.
Hal senada disampaikan petani kopi asal  Bener Meriah, Provinsi Aceh Suhatsyah,  ketua Kelompok Tani Kejora Bersatu dari kampung Suku Weh Ilang bahwa petani  membutuhkan dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksinya. “Kami membutuhkan bantuan bibit, karena tanaman sekarang sudah mulai menurun produksinya. Tentunya kami ingin bibit yang tahan terhadap nematode dan punya cita rasa yang baik”, kata yang merupakan petani kopi. Ia juga mengharapkan bantuan pupuk khususnya  organik serta penangan hama penyakit non kimiawi. Pasalnya kopi di wilayahnya dikelola secara organik.
Sementara Sirwan dari Kelompok Tani Bukit Bersatu, Desa Bukit Weh Ilah, Kabupaten Bener Meriah, Aceh  mengharapkan adanya pendampingan dari pemerintah khususnya terkait peningkatan mutu dan pemasaran.

No comments:

Post a Comment