Suatu kali saya pernah bertanya, mengapa Anda mendukung Bapak Jokowi sebagai presiden?
Tentu pertanyaan tersebut bukan tanpa alasan.
Pertama, karena saya dianggap orang kuning dan bukan orang merah. Kedua, bukankah Bapak Jokowi hanya
seorang mantan seorang Walikota yang dalam struktur pemerintahan lebih rendah posisinya dari
seorang Gubernur.
Tapi dalam konteks kehadiran Bapak Jokowi,
saya menyadarinya sebagai sebuah perubahan dalam kepemimpinan Indonesia. Selama
lebih dari 3 dekade, bahkan lebih, Indonesia berada di bawah kepemimpinan tokoh
militer. Saya harus akui bahwa sosok militer disukai karena ketegasannya,
kemampuannya dalam mengorganisir, mampu mengambil keputusan cepat dan
nasionalismenya tidak perlu diragukan karena para pemimpin militer telah
didoktrin sebagai para pembela negara. Dan begitu juga kesan yang ada di dalam
benak masyarakat Indonesia.
Namun dengan berkembangnya waktu rakyat Indonesia
mengalami banalitas terhadap atribut-atribut kepemimpinan. Masyarakat Indonesia
mengalami dinamika preferensi.
Terutama saat banyak pemimpin yang menampilkan diri sebagai pribadi yang penuh kharisma,
kewibawaan lalu gagal memimpin sebuah daerah dan tidak jarang berakhir di tempat yang tidak seharusnya. Pola
pembangunan ekonomi dari para pemimpin ala aristokrat kemudian juga dirasa kurang
memberikan perhatian pada sisi manusiawi. Pembangunan hanya bernilai fisik dan
angka.
Orang Indonesia mulai berpikir realistis
untuk tidak lagi bermimpi untuk memiliki seorang “raja”, atau seorang dewa dari
khayangan dengan segala kemegahannya. dininabobokkan dengan dongeng raja dan permainsuri yang cantik. Masyarakat Indonesia mulai mengharapkan
kehadiran seorang pemimpin yang mengambil wajah rakyat jelata. Seorang pemimpin
yang bukan memisahkan melainkan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, dan
merepresentasikannya.
Sehingga pemimpin Indonesia tidak sekedar sosok
yang merakyat melainkan juga menjadi pemimpin yang mampu membangun manusia yang bermartabat.
Dalam konteks demikian Bapak Jokowi kemudian hadir. Lalu menawarkan diri sebagai sosok pemimpin yang pure
human.
Ia bersahaja? Ya.
Ia merakyat? Ya.
Ia tegas? Ya.
Ia melakukan perubahan? Ya.
Ia mengambil keputusan secara cepat? Tentu saja.
Dan kebijakannya memberikan ruang yang luas
pada sisi manusia sebagaimana ia buktikan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Khalayak yang sudah nyaman dengan kemiskinan ia pindahkan dari kawasan kumuh
meskipun dengan penolakan. Namun mereka dimanusiakan dengan menempati pemukiman
yang layak dan tidak lagi menghirup bau amis dari air yang bersumber dari
pinggir sungai atau waduk.